Ḥalalan Ṭayyiban Dalam Al-Qur’an Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang ḥalalan ṭayyiban dalam Al-Qur’an menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur pada empat ayat, diantaranya yaitu Q.S. Al-Baqarah/2:168, Q.S.Al-Maidah/5: 88, Q.S. Al-Anfal/8: 69 dan  Q.S. An-Nahl/16: 114. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis tentang ḥalalan ṭayyiban yang dipaparkan dalam tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur. Alasan penulis memilih Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy karena beliau dikenal sebagai mufassir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan pendekatan yang kontekstual dan relevan dengan kehidupan modern. Gaya penafsirannya juga komprehensif dan sistematis, menggabungkan pengetahuan syar'i dengan pemahaman sosial dan budaya, sehingga tafsirnya mudah dipahami dan diaplikasikan oleh masyarakat luas. Penelitian ini berjenis penelitian pustaka (library research) yaitu suatu studi yang mempelajari seluruh referensi dan hasil penelitian yang ada pada sebelumnya yang berkaitan dan berguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai suatu permasalahan yang akan diteliti. Sedangkan pendekatan yang digunakan penulis dalam skripsi ini yaitu pendekatan kualitatif. Adapun sumber primer penelitian ini adalah kitab tafsir al-Qur’anul Majid an-Nuur dan adapun sumber sekundernya antara lain berupa buku, jurnal, dan data-data kepustakaan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan data primer. Analisis data dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik deskriptif yaitu menyiapkan data dan menganalisis sebuah data secara sistematis sehingga data tersebut lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Adapun hasil dari penelitian skripsi ini yaitu di dalam keempat ayat penafsiran yang dilakukan oleh Teungku Muhammad Hasbie as-Shiddieqy adalah mencakup kehalalan dan kebaikan dalam segi konsumsi dan ekonomi. Makanan halal tidak hanya tentang jenisnya, tetapi juga cara memperolehnya harus bersih dari penipuan dan eksploitasi. Makanan halal dikaitkan dengan kesehatan dan keberkahan, serta memberikan manfaat bagi tubuh dan jiwa. Dalam konteks Madinah, aturan ini mendukung terciptanya masyarakat yang adil dan bermartabat. Di Mekah, konsumsi makanan halal memperkuat iman dan spiritualitas. Prinsip-prinsip ini relevan dan dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, baik di masa lalu maupun saat ini.